Israel dengan segala cara akan mencegah negara-negara tetangganya memiliki persenjataan canggih, karena dinilai akan mengancam supremasi Israel di bidang teknologi senjata. Tapi menurut Asisten Menteri Luar Negeri AS Andrew Shapiro, pemerintahnya tidak menyiapkan langkah antisipasi bagi kemungkin Israel keberatan atas rencana penjualan senjata dengan Arab Saudi.
Jika Kongres menyetujui, kata Saphiro, maka kesepakatan penjualan senjata dengan Saudi ini merupakan penjualan senjata terbesar dalam sejarah Amerika. Setidaknya dibutuhkan waktu 15-20 tahun bagi AS untuk memenuhi jumlah persenjataan yang dijual ke Saudi.
Sejumlah analis mengatakan, Israel "tidak ribut" AS menjual senjata canggihnya ke Saudi karena Israel dan Saudi punya musuh bersama, yaitu Iran. Keduanya memandang Iran sebagai ancaman yang makin berbahaya dan akan mempengaruhi keseimbangan kekuatan di kawasan.
Peneliti senior studi Afrika dan Timur Tengah di Moshe Dayan Center, Universitas Tel Aviv, Joshua Teitelbaum mengatakan, bungkamnya Israel bisa dimaknai bahwa Israel mengatakan "musuhnya musuh saya adalah teman saya".
"Sepanjang Israel merasa bahwa kesepakatan penjualan senjata itu tidak mengganggu kekuatan militernya secara kualitatif, Israel tidak akan berusaha menentang atau menghalang-halangi apa yang dilakukan sekutunya, AS," kata Teitelbaum pada kantor berita Cina, Xinhua.
Ia menambahkan, baru-baru ini Israel juga menandatangani kesepakatan dengan AS yang akan menyediakan 20 pesawat tempur F-35 senilai 3 miliar dollar, untuk Israel.
Selama ini, masih kata Teitelbaum, Israel dan Arab Saudi jarang "berhadap-hadapan" dalam isu-isu Timur Tengah. Tapi keduanya punya kekhawatiran yang sama terhadap Iran. Israel takut akan kemungkinan Iran membuat senjata nuklir, sedangkan Saudi takut akan hegemoni Iran yang berbasis Syiah ke wilayahnya.
Sementara itu, Editor Defense Analysis yang berbasis di London, Francis Tusa berpendapat bahwa kesepakatan penjualan senjata AS ke Saudi tidak akan mempengaruhi keseimbangan kekuatan di Timur Tengah. Israel, ujarnya, akan tetap menjadi yang terkuat dalam teknologi persenjataannya.
"Ingat, Washington tidak akan pernah melakukan tindakan yang bisa mengubah keseimbangan kekuatan untuk mengganggu Israel," tukas Tusa.
"Jika terjadi situasi dimana negara-negara Arab mencoba menyerang Israel, AS akan meningkatkan bantuannya pada Israel. Jangan kira, pemerintah Arab Saudi sekarang berani menyerang Israel," sambungnya.
Ada pula yang berpendapat bahwa diamnya Israel pertanda munculnya rasa saling percaya antara Israel dan Arab Saudi. Namun pendapat itu ditepis oleh Barak Seener, program keamanan Timur Tengah di Royal United Services Institute for Defense and Security Studies-think tank yang berbasis di London. Seener justru melihat bahwa semua itu merupakan strategi AS yang disusun secara hati-hati. AS berusaha untuk memperkuat kemampuan persenjataan Arab Saudi tanpa harus mengganggu kepentingan Israel. Tak heran kalau Israel tenang-tenang saja AS menjual senjata canggihnya pada Saudi. (ln/xinhua)
No comments:
Post a Comment