Tuesday, March 8, 2011

Talam Dua Muka Barat Terhadap Revolusi di Dunia Arab

Perjuangan di Washington dan ibu kota Eropa mengalami ambivalensinya, bagaimana tindakan yang harus diambil atas situasi di Libya? Kolonel Gadhafi seperti "Deja vu", seorang penguasa Arab yang kaya minyak, dan menjadi pemasok utama minyak Barat, menghadapi pemberontakan bersenjata rakyatnya.

Gadhafi yang menjadi pengikut Nasser dan pernah melakukan konfrontasi dengan Barat, dan ketika Gadhafi menghadapi pembrontakan rakyatnya membalas dengan menggunakan seluruh kekuatan militernya, termasuk menggunakan pesawat tempur. Bukan hanya terhadap oposisi bersenjata, tetapi juga terhadap gerakan oposisi yang tanpa senjata pun, dihadapinya dengan kekuatan militer. Pasukan Barat yang sekarang ini ditempatkan di sekitar perairan Libya, hanya dapat melihat situasi di Libya, tanpa melakukan tindakan apapun.

Dewan Keamanan PBB sudah mengeluarkan resolusi, yang melakukan embargo dan larangan terbang, serta membekukan asset Gadhafi, tetapi tidak ada pengaruhnya yang penting, dan rezim diktator itu terus melakukan kekerasan dan serangan terhadap gerakan oposisi yang menentang pemerintahannya.

Dua dekade lalu, situasi di Libya mirip dengan situasi di Irak, yang waktu itu situasi Irak saat sia-sia pasukannya yang sudah tertatih-tatih, Saddam Husien, seakan dengan mudah George Bush dapat mengalahkan Saddam, dan masuk ke ibukota Bagdad, kurang dari satu minggu. Ternyata semua analisa Barat itu meleset. Meskipun, hanya sisa-sisa pasukannya yang pulang dari Kuwait, dan masih harus menghadapi pembrontakan suku Kurdi dan Syiah, dan pasti tidak akan mampu bertahan lebih dari seminggu, ketika menghadapi serangan AS.

Faktanya AS memerlukan waktu yang panjang untuk sampai bisa masuk ke ibukota Bagdad, dan Saddam Husien, masih sanggup menghadapi serangan AS yang menggunakan rudal "Tom Hawk", yang diluncurkan dari kapal induk AS, yang berada di kawasan Teluk. Kekalahan Saddam Husien, karena adanya pembelotan pasukan elitnya, yang sebagian mereka dari kelompok Syiah, yang menyerah, karena mendapatkan perintah dari para pemimpin agama mereka agar menyerah.

Tetapi, sesudah AS mendududki Irak, dan berhasil menggantung Saddam Husien, akhirnya AS mengakui kegagalannya selama perang di Irak. AS menjadi frustasi, karena kekacauan yang tanpa henti, dan akhirnya menyeret perang saudara, yang lebih dahsyat dibandingkan dengan invasi militer AS ke Irak. Perang terbuka antara pasukan yang setia dengan Saddam Husien melawan pemerintahan baru, yang dipegang oleh tokoh Syiah, seperti Nur Maliki, sampai sekarang belum berakhir.

Sejak Presiden Bush mendudukkan Paul Bremmer menjadi penguasa Irak sementara (ad interim), sampai Bremmer meninggalkna Irak, dan digantikan Iyad Alawi, kemudian dilanjutkan oleh Ali Nur Maliki, situasi di Irak sepenuhnya tidak dapat dikuasai oleh pasukan AS dan pemerintahan baru. Inilah menjadi ironi bagi AS yang sudah banyak mengeluarkan biaya perang, tetapi gagal di Irak. Bahkan yang menyebabkan AS bangkrut.

Sama seperti dengan Saddam Hussein di bulan Maret 1991, di mana prediksi Washington pekan lalu Qaddafi juga akan turun. Tetapi, semua prediksi Washington itu, tidak akurat, dan Gadhafi mampu bertahan sesudah aksi protes yang menentang pemerintahannya memasuki hari ke 19, dan belum ada tanda-tanda Gadhafi akan turun. Bahkan, kekuatan militer yang masih loyal Gadhafi meningkatkan eskalasinya untuk menumpas para demosntran yang menentangnya.

Kesulitannya, situasi di Libya sekarang ini, gerakan oposisi tidak jelas yang memimin mereka, yang dapat menyatukan gerakan mereka. Mereka memiliki motivasi yang tinggi, dukungan yang luas, dan masuknya sebagian militer, tetapi sampai sekarang belum ada koordinasi yang baik. Selain itu, kalangan oposisi yang sekarang terlibat dalam perang melawan pasukan Gadhafi, tetapi mereka bukanlah militer yang profesional.

Sekarang Gadhafi dan kekuasaannya telah berubah menjadi sebuah negara teror "State of Terorism", di mana dengan kekuatan militer yang dimilikinya, Gadhafi bertindak secara kejam, tanpa batas, dan menggunakan kekuatannya menghadapi oposisi dengan gaya "bumi hangus". Tak ada kompromi dengan kekuatan oposisi yang menentangnkan semuanya di "bumi hanguskan", sekalipun korban yang jatuh sekarang ini sudah mencapai 10.000 orang yang tewas. Akibat tindakan teror yang dilakukana Gadhafi.

Pasukan yang loyal kepada Gadhafi dilatih untuk menggunakan senjata, menggunakan pesawat tempur, dan tank, ketika menghadapi oposisi. Tidak ada pilihan yang dihadapi oleh Gadhafi kecuali pilihan hanya dengan senjata ketika mengahadapi oposisi.

Gadhafi telah melecehkan siapapun yang ingin menhentikan tindakan yang penuh dengan kekejaman. Presiden AS Barack Obama hanya temangu melihat situasi yang ada, dan tidak berani mengambil tindakan militer, karena trauma di Irak, yang belum pulih. Barat menghadapi dilema ketika menghadapi Gadhafi, tidak berani mengambil tindakan yang cepat, karena Gadhafi seorang pemimpin negara kaya minyak.

Liga Arab dan para pemimpin suku di Libya, mereka tidak ada yang setuju adanya intervensi asing. Maka kemungkinan akan berlangsung lama, perang antara kekuatan yang mendukung Gadhafi dengan oposisi. Sebuah situasi yang sangat serius, karena perang yang terjadi di Libya antara kekuatan yang loyal kepada Gadhafi dengan kalangan oposisi masih seimbang.

Tetapi, banyak prediksi, Gadhafi tidak akan bertahan lama. Karena pilar kekuasaannya seperti militer, para pemimpin suku, dan para diplomat di luar negeri, mereka meninggalkan Gadhafi, dan pemimpin yang sudah berkuasa selama 42 tahun itu, kekuasaannya hanya ada di Tripoli.

Satu keraguan yang mendalam di Washington dan ibukota negara-negara Eropa, kalau Gadhafi jatuh, dan dikawatirkan munculnya kekuatan Islam, yang tidak bersahabat dengan Barat, dan akan mengganggu kebutuhan pasokan minyak. Sekali AS masuk ke dalam kancah perang di Libya akan terperosok semakin dalam keterlibatannya dalam perang.

Padahal, Barack Obama hari-hari ini menghadapi situasi yang sangat pelik di dalam negeri AS, yang kemungkinan dapat menggagalkan perjuangannya untuk memenangkan pemilu mendatang dan bisa kembali ke Gedung Putih. Akibat Kongres AS telah jatuh ke tangan Republik, yang terus menggerogoti kebijakan-kebijakannya yang sudah diambil dan sudah menjadi keputusan politik.

Bila AS terjun langsung ke medan perang di Libya, yang bertujun untuk mengamankan kepentingan Barat, belum tentu situasinya akan cepat selesasi dan tidak berlartu-larut. Inilah yang menjadi pertimbangan mengapa AS dan Sekutunya tidak segera mengambil tindakan militer terhadap Gadhafi.(mh)


http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/barat-ambivalen-terhadap-revolusi-di-dunia-arab.htm

No comments:

Post a Comment