Sementara para analis bertanya siapa atau apa yang ada di balik unjuk rasa berkelanjutan di Mesir, satu kelompok sekarang mencari legitimasi politik.
Secara teknis meski dilarang di bawah konstitusi Mesir yang melarang partai-partai berbasis agama, Ikhwanul Muslimin sekarang malah memberikan dukungan di belakang Muhammad el Baradei sebagai pemimpin oposisi.
Namun banyak ketakutan dan kekhawatiran bahwa jika Mesir Presiden Hosni Mubarak turun, penggantian riil akan diambil alih oleh Ikhwanul Muslimin atau kelompok fundamentalis Islam. El Baradei sendiri bersikeras dalam sebuah talk show Minggu lalu bahwa kekhawatiran tersebut tidak beralasan.
"Ini adalah total palsu bahwa Ikhwanul Muslimin adalah kelompok agama konservatif," kata El Baradei dalam acara "This Week" ABC. "Mereka tidak menggunakan cara ekstrimis Dan mereka tidak mungkin menggunakan kekerasan."
Namun para pengkritik menunjukkan bahwa Ikhwan, yang didirikan di Mesir pada tahun 1920, adalah identik dengan Islam politik yang mendukung penggunaan hukum Islam yang dikenal sebagai Syariah.
"Sekarang Republik Arab Mesir tidak menerapkan hukum Islam secara keseluruhan," kata Rob Spencer, pimpinan Jihad Watch kepada FOX News. "Dan Ikhwanul Muslim ingin mengubah itu."
Di antara 'lulusan' Ikhwan adalah: orang nomor dua dalam kepemimpinan Al Qaidah, dokter Mesir Ayman al-Zawahiri yang dipenjara selama tiga tahun atas tuduhan melakukan gerakan bersenjata setelah Anwar Sadat terbunuh pada tahun 1981, kemudian gerakan Hamas, jaringan militan di balik serangan bom bunuh diri dan serangan roket ke Israel, dan Gerakan Jihad Islam di Palestina, yang tujuannya adalah penghancuran Israel.
Walid Phares, yang adalah seorang analis terorisme untuk FOX News, telah mempelajari Ikhwanul Muslimin. Phares mengatakan sejarah menunjukkan bahwa kelompok tersebut tidak sekuler dan tidak moderat.
"Ikhwanul Muslimin adalah induk untuk ideologi jihad dan pemikiran. Dan karena itu kami dapat mengatakan hari ini Al-Qaidah, dan jihadis lainnya, semuanya berakar dari Ikhwanul Muslimin. "
Analis lain, termasuk Michael O'Hanlon dari Brookings Institution berpendapat bahwa bukan tidak mungkin bagi Amerika Serikat untuk menolak berurusan dengan Ikhwan sebagai salah satu pemain di Mesir.
Para analis setuju bahwa demonstrasi telah menciptakan sebuah celah pembuka untuk Ikhwanul Muslimin menetapkan diri mereka sebagai kelompok oposisi yang layak diperhitungkan, tetapi dampaknya akan mencapai luar Mesir dengan konsekuensi bagi Israel, Amerika Serikat dan sekutunya.(fq/fn)
No comments:
Post a Comment